Tepat tanggal 2 Mei 2011, adalah Hari Pendidikan Nasional..
Dimana seharusnya terjadi sebuah refleksi atau bercermin nya diri terutama tentang pendidikan di negara kita.. Aku berpikir, semakin jauh semakin arah pendidikan kita jauh pula tentang makna sebenarnya dalam hal mendidik tersebut.. Suka atau tidak suka Saat ini anak anak di pacu seperti kuda di arena balapan.. anak anak di cetak seperti robot yang di penuhi dengan target bertuliskan angka.. hingga terbiasalah anak anak untuk berlomba satu sama lain nya hanya untuk menjadi seorang pemenang dengan mengabaikan rasa untuk saling menghormati, tepa slira, sopan santun.. maka tak heran bila saat ini bangsa kita mengalami krisis perpecahan yang setiap saat bisa meledak.. Antar suku, agama, ras sudah tak akur lagi.. hilangnya Rasa yang membesarkan kerasnya keEGOan.. kita menjadi lebih bangga dengan eksklusifitas seragam nya daripada hakekat sesungguhnya diri kita..
Tak salah juga karena ukuran keberhasilan tersebut hanya terbatas secarik kertas, yang terjadi ketika lulus kuliah dengan nilai tertinggi pun banyak yang menganggur.. karena mereka seperti kosong.. Minim kemandirian, kreatifitas dan jauh dari jati diri sesungguhnya.. Lebih parah nya adalah menjadi manusia manusia yang sangat mudah untuk mengeluh..
Tentang pendidikan, kita pasti tidak akan pernah lupa dengan Ki Hajar Dewantara.. tapi mungkin banyak anak anak sekarang yang malah tidak tau siapa beliau.. Beliau adalah bapak pendidikan kita.. Bahkan beliau adalah salah satu ahli kesadaran yang terkenal dengan istilah "Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani”...
Setelah mi’raj, bertemu Gusti Allah SWT, Kanjeng Nabi Muhammad SAW turun lagi ke dunia, memberikan panduan "Shalat" agar umat Islam selamat dalam menjalani kehidupan ini.. Demikian pula Kanjeng Nabi Musa AS setelah mendapatkan pencerahan memberikan panduan dengan memberikan Sepuluh Perintah Tuhan.. Mereka yang telah sadar berupaya memandu masyarakat agar selamat dalam menjalani kehidupan ini..
Dan seperti Seorang pilot harus menurunkan pesawatnya agar dapat mengambil penumpang dan membawanya naik menuju tempat tujuan... Seseorang yang telah sadar, perlu menurunkan tingkat kesadarannya, menyamakan diri dengan tingkat kesadaran mereka yang akan ditingkatkan kesadarannya untuk dapat memandunya.. Sehingga sebuah Sabda yang sama akan mempunyai pemahaman berbeda bagi mereka yang mempunyai tingkat kesadaran yang berbeda.. ada yang hanya memahami kulitnya dan ada juga yang memahami hakikatnya...
Begitu juga dengan Ki Hajar Dewantara, setelah SADAR beliau juga memberikan panduan nya agar kita semua selamat juga.. Panduan beliau ini adalah "Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani"..
* Ing Ngarsa Sung Tulada
Di depan memberikan keteladanan.. Sebagai orang tua, guru atau sebagai pimpinan sebuah organisasi macam apa pun, anak-anak, para murid dan para bawahan akan memperhatikan tingkah laku orang tua, guru atau pimpinannya.. Dakwah yang baik adalah dakwah dengan perbuatan.. Sejak masih muda, masyarakat telah melihat keteladanan Kanjeng Nabi Muhammad SAW dalam hal kejujuran, maka Kanjeng Nabi diberi gelar Al Amin.. Angin tidak perlu gembar gembor, cukup bertiup dengan pelan, akan menyejukkan orang yang kepanasan.. Masyarakat membutuhkan keteladanan, bukan untaian kata kata belaka.. Betapa banyak petinggi negara kita yang pandai bebicara, tetapi tindakannya tidak sesuai dengan yang diucapkannya.. Kepandaian bicara tanpa keteladanan itulah yang dicontoh masyarakat masa kini..
* Ing Madya Mangun Karsa
Di pertengahan memberi semangat.. Dalam pergaulan sehari hari ketika melihat anak-anak, murid atau bawahan mulai mandiri, menjalankan hal yang benar, mereka wajib diberi dorongan, diberi semangat.. Kepedulian terhadap perkembangan anak, murid dan bawahan diwujudkan dengan memberi dorongan kepada mereka untuk menjalankan hal yang benar. Seorang anak, murid atau bawahan perlu diberi semangat dalam menjalankan kewajibannya..
* Tut Wuri Handayani
Di belakang memberi dukungan.. Anak anak, murid atau bawahan yang mulai percaya diri perlu didorong untuk berada di depan.. Orang tua, guru atau pimpinan perlu memberi dukungan dari belakang.. Sudah seharusnya generasi tua memberi kesempatan kepada generasi yang lebih muda untuk berkiprah.. Para sesepuh yang masih bercokol dan tidak mau meninggalkan jabatannya menunjukkan kelalaian dan ketidakberhasilan diri mereka dalam membina generasi penerusnya..
Mengikuti perkembangan anak, murid atau bawahan dengan penuh perhatian berdasar cinta kasih tanpa pamrih, tanpa keinginan menguasai dan memaksanya.. Seorang tua, guru atau pimpinan termasuk pemimpin spiritual dapat diibaratkan sedang membentuk Gembala yang mumpuni dan bukan membuat Domba yang patuh yang tergantung sepenuhnya kepada orang tua, guru atau pimpinan...
" Dan hidup bukan seperti mencontek, kita semua adalah unik beraneka ragam namun sebenarnya mempunyai sumber ilmu yang sama, Dzat yang sama.. Dia lah Sang Pelita yang menyala nyala abadi di dalam ruang Qolbu.. selami samudera kebodohan diri sendiri untuk menemukan Pelita Ilmu itu.." ^^
(Aku dan Kerajaan Cinta)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar